Banyuwangi, jurnalbicara.com
Kumpulan komunitas profesi pengemudi seluruh Indonesia, di bawah naungan Asosiasi Sopir Logistik Indonesia (ASLI) beserta Pergerakan Pengemudi Indonesia Bersatu (Gapiber) mendatangi kantor DPRD Banyuwangi, mendatangi kantor DPRD Banyuwangi dalan rangka meminta kelonggaran atas aturan terkait Operasi truk (odol) yang mereka bawa, Selasa (20/8/2024).
Menurut Farid Hidayat, Dermawan, Heri dan Dodi dari Probolinggo yang mewakili para sopir odol menyampaikan kepada media, bahwa kedatangan mereka hari ini untuk menyampaikan surat ke DPRD Kabupaten Banyuwangi, terkait adanya informasi, akan diadakan razia odol serentak di seluruh Indonesia.
“Kami sebagai warga negara yang berprofesi sebagai pengemudi atau sopir, mendukung penuh terkait dengan regulasi atau peraturan undang-undang. tapi yang kami minta jangan hanya kami sopir yang dibawa saja yang ditekan di jalan, baik melalui tilang ataupun tindakan-tindakan lainnya,” katanya.
Dikatakan, mereka berharap agar bisa tetap beroperasi.dan.berharap supaya disiapkan regulasi yang memang betul-betul pas.
“Saat ini kami mengeluh bukan berarti kami menentang undang-undang odol, tetapi kami mengeluh ketika odol itu diberlakukan ketika muatan itu dikurangi, artinya tidak boleh Overload, karena itu tarif ongkosnya belum memenuhi syarat. Artinya tarif ongkos itu tidak sesuai untuk menopang hidup keluarga,” ujar Farid.
Dijelaskan, semua ini masuk ranah kehidupan badan perut. “Oleh karena itu kepada kementerian terkait, kepada pemerintah, khususnya bapak Presiden Republik Indonesia bapak Insinyur Haji Joko Widodo dan juga bapak presiden terpilih, bapak Prabowo Subianto, kami masyarakat kecil yang berposisi sebagai sopir meminta perhatiannya.
Dalam permasalahan odol, kata dia, pihaknya sudah pernah turun ke jalan, bahkan sempat unjuk rasa, hingga Pelabuhan Ketapang tertutup aksesnya. “Kalau enggak salah di sana kami bertemu dengan bapak Haji Ismail dari partai Gerindra, dan beliau memfasilitasi saat itu, Alhamdulillah untuk Kabupaten Banyuwangi ada ada kebijakan,” ujarnya .
Lebih jauh dikatakan, pihaknya meminta supaya diberlakukan se-adil-adilnya bagi seluruh sopir yang ada di negara kesatuan Republik Indonesia. “Jadi bukan hanya kami yang di Banyuwangi saja dan ini kami yang di Banyuwangi hari ini bersiap berteriak. Insya Allah besok lusa yang dari NTT yang dari Lampung dari Sumatera akan berteriak teriak. Dan kami berharap teriakan kami didengarkan, dan kami turun ke jalan,” ungkap Farid.
“Kami mengharapkan pemerintah mempersiapkan regulasi dari hulu dulu setidaknya mereka pemerintah harus mempersiapkan tarif ongkos angkut dulu kalau memang kami harus buat
Terkait tonase ongkos angkutnya, menurutnya, itu harus disesuaikan. “Saya ambil contoh misalnya kami berkirim barang dari Jakarta ke Bali yang selama ini kami muatannya itu bisa dari Fuso yang seharusnya standar dari donasi muatan 7 ton, ternyata teman-teman bisa muat 20 ton. Ini saya jujur saja, supaya pemerintah juga tahu dan pemerintah juga mendengar, melihat hal ini bahwa ada dari kami walaupun tidak semua yang muatannya 7 ton, seharusnya tonasenya bahkan bisa muat sampai 25 ton atau 20 ton, karena apa, karena memang tarif ongkosnya ketika kami muat 7 ton, itu tidak masuk tidak sesuai dan tidak ada pendapatan kami,” ucapnya.
Dijelaskan, tarif ongkos yang hanya dipergunakan untuk biaya transportasi saja. “Artinya hanya buat beli solar dan operasional, seperti tarif tol kemudian untuk kapal laut dan lain sebagainya,” tandasnya. sebagai informasi lebih lanjut terus diupayakan ke pihak terkait. FDL/MD