Jangan Ditinggalkan, Rangkul Mereka

Oleh: Pangihutan Simatupang

Suasana kelas pelatihan jurnalistik sedikit riuh, suara perlahan  saling menyahut antara peserta yang jumlahnya 28  orang, terdiri dari  pria dan wanita.

Mereka gabungan dari beberapa media  yang sedang mengikuti pelatihan teknik penulisan berita dan  pemahaman Kode Etik Jurnalistik (KEJ),  yang digelar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI)  Persatuan Wartawan Indonesia ( PWI) DKI Jakarta.

Namun, tak lama kemudian   suara riuh itu hilang saat  sesi penulisan  berita tiba. Suasana kelas menjadi hening, semua peserta mulai mengerjakan tugasnya,  tampak sebagian  peserta memainkan jari di smartphone-nya, dan ada juga yang menulis di atas kertas  HPS.

Beberapa waktu kondisi ini berlangsung, hingga saatnya tiba,  peserta mengumpulkan hasil karya masing-masing ke meja panitia. Tampak sejumlah peserta mengerutkan keningnya, ada yang tersenyum dan ada juga menggaruk- garuk kepalanya.

Sesi istirahat tiba, nyaris semua peserta keluar ruangan,  para peserta pria keluar  mencari tempat untuk  merokok dan perempuan mencari susana lain di luar.

Namun ada beberapa peserta pria   mendekati penulis,  yang kebetulan sebagai pemateri. Ia  menyampaikan kesulitan mereka saat memulai sebuah berita, dan  ingin  cepat bisa menulis.

“Saya belum bisa nulis Pak, tolong dituntun dan diajari, saya mau  belajar, saya akan mengikuti aturan yang ada. Memang  saya suka profesi ini, tapi belum bisa menulis dengan baik,” ungkap seorang dari mereka  berterus terang.

Demikian juga yang lain, mengutarakan ingin bisa menulis setelah pelatihan tersebut selesai. Semangat  yang pantas diacungi jempol.

Kejadian ini terjadi  beberapa tahun yang lalu,  ketika penulis menjadi Kepala SJI di DKI Jakarta, dan saat ini ada kabar  pria itu masih tetap menjadi jurnalis. Bahkan aktif di salah satu organisasi  pers, semoga ia tidak lagi memiliki  masalah dalam penulisan berita.

Baca Juga  Belajar Berbudaya Kemanusiaan dari Rumah Sakit

Canda “Nyelekit”

Perilaku di lapangan memang terkesan bebas, berekspresi semaunya, berkata seenaknya, padahal bisa saja menyinggung perasaan teman sejawat. Seperti ungkapan canda,  “jangan mutar  aja, ayo nulis, belajar nulis”. Candaan ini kerap kita dengar antara awak media.

Namun candaan “nyelekit”  tersebut biasanya diakhir dengan tawa bersama. Meskipun terkadang menimbulkan perdebatan, tetapi itu hanya debat kecil, selanjutnya hilang ditimpali topik lain.

Demikian juga di salah satu grup WA yang beranggotakan awak media siber dan segelintir   dari media cetak,   candaan atas  kemampuan menulis ini kerap muncul tiba-tiba. Hal ini mencuat saat membahas sebuah berita. Ada saja yang komen, “wartawan harus bisa nulis berita”.

Meskipun batasan “bisa”, tidak diuraikan,   namun rupanya kepiawaian  menulis berita,  menjadi barometer  di grup ini.

Di lain kesempatan, seorang wartawan senior menyampaikan, kelemahan sejumlah jurnalis yang mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dari Dewan Pers, adalah  penulisan berita. Dan hal membuat sebagian besar  wartawan undur  ikut UKW.

Belakangan, seorang jurnalis berkata, dirinya bisa menulis dengan cara Otodidak. “Saya membaca berita orang, terus mencoba menulis  semampu saya. Kemudian membandingkan tulisan saya dengan tulisan yang ambil tadi. Lama-lama jadi bisa,” katanya.

Dari kegigihan dan  semangat  yang  mereka lakukan ini, tentu mereka telah melalui  sebagian tantangan untuk menjadi jurnalis yang handal, tinggal sejauh mana   peran pemimpin  media tempat mereka bergabung dan sikap organisasi pers dalam mengatasi fenomena ini.

Jangan tinggalkan mereka, mari rangkul mereka. Seperti diketahui, betapa banyaknya jumlah media siber yang bermunculan belakangan ini. Catatan Dewan Pers tahun 2022,  ada 47 ribu media siber di Indonesia. Nah, berapa banyak wartawan di negeri ini saat ini. Dan berapa banyak yang belum mendapat kesempatan dalam  pelatihan jurnalistik, terutama dalam penulisan berita?.

Baca Juga  Memaknai Politik Identitas

Jangan ditinggalkan, rangkul mereka.
Semoga Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2023 ini  membangkitkan semangat untuk saling berbagi, dan pelatihan-pelatihan jurnalistik yang berkesinambungan  terus  berkembang, baik itu melalui “dunia maya”  maupun “kopi darat”.**

Penulis: Pegiat Pelatihan Jurnalistik/Pembina Media Grup JB

Pos terkait

Tinggalkan Balasan